HAJIUMRAHNEWS.COM - Jelang keberangkatan ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji, menjadi sebuah momen penting bagi umat muslim di Indonesia.
Termasuk dengan menggelar doa bersama sebagai bentuk pelepasan jemaah calon haji, dengan balutan tradisi lokal.
Salah satunya, tradisi Tepuk Tepung Tawar yang dilakukan masyarakat Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Secara literatif, tradisi Tepuk Tepung Tawar berawal dari budaya Melayu di Riau dan sudah tercatat secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda (Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, 2019).
Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu Riau peninggalan para Raja-raja terdahulu.
Baca Juga: Besok, Jemaah Haji Indonesia Segera Tiba, PPIH Arab Saudi Bersiap Menyambut
Tepuk tepung tawar merupakan upacara adat sebagai bentuk persembahan syukur atas terkabulnya suatu keinginan atau usaha, untuk mendapat ridho dariNya, terhindar dari mara bahaya, dan mendapat rahmat yang berkesinambungan.
Tradisi ini biasa dipergunakan dalam acara-acara tertentu, misalnya pernikahan, menempati rumah baru, mengendarai kendaraan baru, khitanan, serta bentuk-bentuk dari luapan rasa kegembiraan bagi orang-orang yang mempunyai hajatan, atau semacam upacara adat yang sakral lainnya.
Berdasarkan makna ritual Tepuk Tepung Tawar bagi masyarakat Suku Melayu, ada pepatah mengungkapkan “kalau buat keje nikah kawin, kalau belum melaksanakan acara tepuk tepung tawar".
Seiring dengan perkembangan zaman, pelaksanaan tradisi Tepuk Tepung Tawar yang dilakukan oleh masyarakat Melayu juga dipergunakan saat pelepasan jemaah calon haji, sebagaimana di Kabupaten Langkat dan daerah lain di Pulau Sumatera pada umumnya.
Saat pelaksanaan tradisi Tepuk Tepung Tawar bagi jemaah calon haji Kabupaten Langkat dilaksanakan, hadir berbagai pihak dari beragam unsur yang terlibat di dalamnya.
Dalam pelaksanaannya, Tepuk Tepung Tawar dijalankan dengan beberapa pelengkap acara, yakni daun perenjis (daun yang diikat jadi satu untuk dicelupkan kedalam air) dan air wangi (air yang dicampur bedak, jeruk, dan bunga mawar).
Kelengkapan tersebut menjadi alat utama pelaksanaan acara, dengan prosesi perenjisan (mencipratkan) sebagai teknisnya.
Prosesi ini dimulai dari dipersilakannya para tokoh masyarakat yang dihormati untuk mengambil daun perenjis, yaitu daun yang diikat jadi satu dicelupkan kedalam air yang dicampur bedak, jeruk, bunga mawar.
Selanjutnya direnjis atau diremas pelan pada kedua tangan yang telungkup diatas paha, yang dialas bantal tepung tawar dengan kain putih atau kain batik sebagai alas.
Artikel Terkait
Diprediksi Suhu di Saudi Selama Musim Haji Capai 50 Derajat Celcius, Lakukan Ini Agar Tidak Dehidrasi
Kuota Haji di DKI Jakarta Tak Terserap Penuh, Kemenag Limpahkan ke Banten dan Lampung
Tips Menjalankan Ibadah Haji Ramah Lansia, Perbanyak Minum Air Putih hingga Jangan Terlalu Lelah
Ternyata Ini Penyebab Imam Masjid Asal Indonesia Diminati UEA, Target 200 Orang Segera Bergabung
24.276 Calon Jemaah Haji Belum Lunasi BIPIH, Kemenag Alihkan ke Kuota Cadangan