AMPHURI Tolak Umrah Mandiri Masuk UU Haji dan Umrah

Hajiumrahnews.com-Yogyakarta – Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menolak keras upaya memasukkan regulasi umrah mandiri ke dalam revisi Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ketua Dewan Kehormatan AMPHURI, Zaenal Abidin, menyatakan bahwa memasukkan aturan itu justru akan membuka celah praktik travel “abal-abal” yang berbahaya.

“Kalau dilarang, mencederai hasrat orang. Kalau enggak dilarang, nggak usah diatur,” tegas Zaenal pada Mukernas AMPHURI di Yogyakarta, Minggu (20/7).

AMPHURI mencatat adanya ~200 ribu jemaah umrah “luar sistem resmi” — selisih antara data Saudi Tourism Authority (1,6 juta) dan data resmi Kemenag (~1,4 juta). Zaenal khawatir, mengatur umrah mandiri dalam undang-undang justru memberi legitimasi bagi jalur yang tidak diawasi, membahayakan jemaah dan mengancam reputasi nasional.

Meski menolak regulasi, AMPHURI tidak mendesak pelarangan total. Mereka memahami keinginan masyarakat, termasuk tokoh religius atau publik, untuk beribadah umrah secara mandiri.

Di sisi lain, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menekankan bahwa fokus utama bukan pada diperbolehkannya umrah mandiri, melainkan pada penguatan sistem manajemen dan pengawasan:

“Bukan soal boleh atau tidak, tapi bagaimana sistem itu bisa dikelola, bisa dipantau, berbasis data… agar penyalahgunaan visa dan travel abal‑abal bisa diminimalisir,” jelas Hilman dalam satu kesempatan.

Selain soal regulasi umrah mandiri, AMPHURI juga menyoroti draf revisi UU Haji–Umrah yang belum dirilis. Ketua Umum AMPHURI, Firman M. Nur, menyatakan kesiapan organisasi untuk mengawal proses legislatif agar hasilnya tetap seimbang:

“Kami siap berkolaborasi... agar RUU memuat aturan yang berpihak pada semua pihak, termasuk pelaku usaha,” papar Firman.

Di Mukernas 2025 bertema “Go Global”, AMPHURI menegaskan pentingnya pemisahan tegas antara regulator dan operator, agar tidak terjadi konflik kepentingan. Mereka juga mendesak sertifikasi pembimbing haji diperkuat melalui standar nasional hingga masuk sistem BNSP.

Mengapa ini penting?

  • Umrah mandiri tanpa kerangka hukum bisa memicu eksploitasi, penipuan, dan memperluas praktik travel ilegal.

  • Pemerintah perlu sistem pengawasan berlapis—legislasi, regulasi, dan teknologi—agar semua jalan ibadah terlindungi.

  • Regulasi harus disusun secara inklusif, melibatkan asosiasi, pemerintah, dan publik untuk menjaga kepercayaan jemaah.

AMPHURI berharap DPR, khususnya Badan Legislasi dan Komisi VIII, segera merilis draf revisi UU agar publik bisa memberikan masukan sebelum disahkan. Mereka menyoroti dua hal krusial: perlindungan jemaah dan keberlangsungan usaha travel resmi.