Hajiumrahnews.com – Pemimpin kelompok bersenjata Palestina, Popular Forces, Yasser Abu Shabab, mengakui bahwa pihaknya menjalin koordinasi dengan militer Israel dalam operasi-operasi mereka di Jalur Gaza. Pengakuan ini disampaikan dalam wawancara dengan radio publik Israel berbahasa Arab, Makan, pada Selasa (07/08).
Dalam wawancara tersebut, Abu Shabab menyatakan bahwa kelompoknya memiliki kebebasan bergerak di wilayah-wilayah Gaza yang berada di bawah kendali militer Israel. Ia juga mengonfirmasi bahwa mereka memberi informasi kepada militer Israel sebelum melakukan operasi mereka sendiri.
“Kami selalu memberi informasi kepada mereka, namun kami tetap melakukan operasi militer kami sendiri,” ujar Abu Shabab.
Meski tidak secara eksplisit menyebut Israel sebagai sumbernya, Abu Shabab mengatakan kelompoknya menerima dukungan logistik dan finansial dari sejumlah pihak. “Ada hal-hal yang tidak bisa kami ungkapkan secara terbuka,” tambahnya.
Pihak otoritas Israel sebelumnya telah menyatakan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok bersenjata di Gaza yang menentang Hamas. Meskipun tidak menyebutkan nama, media lokal mengidentifikasi bahwa yang dimaksud adalah kelompok yang dipimpin oleh Abu Shabab.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan menyambut baik dukungan tersebut, menyebutnya sebagai langkah yang “menyelamatkan nyawa tentara Israel.”
Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari dalam negeri Israel. Mantan Menteri Pertahanan sekaligus anggota Knesset, Avigdor Lieberman, menuduh pemerintah Netanyahu telah memperlengkapi “kelompok kriminal dan pelaku kejahatan.”
Lembaga kajian European Council on Foreign Relations menggambarkan Abu Shabab sebagai pemimpin kelompok kriminal di Rafah, selatan Gaza, yang dituding terlibat dalam perampasan bantuan kemanusiaan.
Abu Shabab menepis tudingan tersebut dan menegaskan bahwa tujuan kelompoknya adalah menyingkirkan Hamas dan menciptakan alternatif pemerintahan yang lebih adil di Gaza. “Kami tidak punya afiliasi dengan ideologi atau organisasi politik manapun,” ujarnya. Ia menuduh Hamas melakukan korupsi dan menyatakan siap berjuang sampai akhir.
“Hamas sedang berada di ujung tanduk, dan mereka sadar akhir mereka sudah dekat,” tambahnya.
Merespons pernyataan itu, pengadilan militer Hamas pada (07/02) menjatuhkan ultimatum sepuluh hari kepada Abu Shabab untuk menyerahkan diri, dengan tuduhan utama berupa pengkhianatan dan dakwaan tambahan lainnya. Hamas menilai tindakan kelompok tersebut sebagai ancaman serius terhadap perjuangan Palestina.