Hajiumrahnews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengusut dugaan korupsi kuota haji khusus setelah menerima lima laporan terkait pelaksanaan haji 2024. Temuan terbaru menunjukkan adanya perbedaan nyata antara ketentuan Undang-Undang tentang kuota haji khusus 8% dan praktik lapangan yang membagi tambahan kuota secara 50:50, menimbulkan dugaan keuntungan tidak sah pada pihak tertentu.
Pernyataan ini disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat memberikan keterangan kepada media pada Jumat, 25 Juli 2025 di Jakarta. “Seharusnya tidak dibagi 50:50. Jadi, ada keuntungan yang diambil dari [kuota] khusus ini,” jelasnya.
Menurut Asep, tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah seharusnya digunakan untuk memperpendek antrean haji reguler, sesuai hasil komunikasi pemerintah dengan Arab Saudi. Namun praktik yang terjadi belakangan menimbulkan kecurigaan adanya peralihan porsi tidak adil dan penggunaan kuota untuk keuntungan ekonomi pihak travel umrah dan haji tertentu.
Proses penyelidikan saat ini dimulai dari penyedia jasa penyelenggaraan ibadah haji khusus. Sejumlah pemilik agen travel telah dipanggil untuk dimintai keterangan dan diperiksa. KPK juga melibatkan mantan petinggi Kemenag periode 2023–2024, termasuk kemungkinan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama yang terkait alokasi kuota tambahan tersebut .
KPK mengidentifikasi bahwa dugaan korupsi ini mencakup praktik penjualan kuota oleh pihak swasta dengan harga tinggi kepada masyarakat. Kuota khusus seharusnya dialokasikan berdasarkan ketentuan hukum, tetapi temuan menunjukkan perubahan sewenang-wenang yang merugikan calon jemaah. Rangkaian penyelidikan juga menyoroti ada agensi yang mengambil keuntungan besar dari skema pembagian kuota tersebut.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa informasi detail kasus masih belum dapat dipublikasikan karena penanganan masih dalam tahap penyelidikan. Semua dokumen dan laporan yang masuk sedang dianalisis secara mendalam, dan bila ditemukan bukti cukup, maka akan dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Permasalahan ini menimbulkan sorotan serius terhadap tata kelola kuota haji di Indonesia. Masyarakat berharap KPK segera menghasilkan rekomendasi yang menjamin transparansi dan keadilan alokasi kuota, agar hak jemaah tidak dinodai oleh praktik yang merugikan.