Lebih dari 80 Persen Penduduk Dunia Derita Penyakit Tulang Belakang, Kok Bisa? Begini Penjelasan Pakar

- Minggu, 4 September 2022 | 15:11 WIB
dr. Bambang Darwono, Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi sekaligus Ketua SPINE20 Indonesia. (Hajiumrahnews.com)
dr. Bambang Darwono, Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi sekaligus Ketua SPINE20 Indonesia. (Hajiumrahnews.com)

HAJIUMRAHNEWS.COM - Masalah tulang belakang (disorders of the spine) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Menurut hasil penelitian para pakar tulang belakang, lebih dari 80 persen masyarakat dunia pernah menderita penyakit tersebut, setidaknya sekali seumur hidup mereka.

Tingginya jumlah penderita gangguan tulang belakang ini, membuat penyakit tersebut secara persentase laik dijuluki sebagai pandemi, namun bersifat senyap atau silent pandemic.

dr. Bambang Darwono, Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi sekaligus Ketua SPINE20 Indonesia mengungkapkan bahwa masalah tulang belakang berbeda dengan pandemi Covid-19, karena penyakit ini tidak menyebabkan kematian.

"Itulah alasan penyakit ini dijuluki sebagai silent pandemic. Karena tidak mematikan, maka banyak orang tidak aware (sadar) akan bahaya nya ganguan tulang belakang," jelas dr. Bambang saat ditemui beberapa waktu lalu.

Meski demikian, dr. Bambang menjelaskan, bahwa gangguan tulang belakang dapat memunculkan kerugian ekonomi yang sangat besar, baik bagi mereka yang mengalaminya, maupun bagi negara yang penduduknya banyak menderita gangguan tersebut.

"Jadi sekali lagi, gangguan tulang belakang memang tidak menyebabkan kematian, namun menyebabkan disability. Orang jadi tidak bisa kerja, belum biaya perawatan, rehabilitasi, treatmen dan banyak sekali," tutur dr. Bambang.

Lebih lanjut, dr. Bambang menguraikan alasan mengapa masalah gangguan tulang belakang bisa diderita oleh lebih dari 80 persen masyarakat di dunia. Menurut dr. Bambang jawabannya adalah karena manusia adalah satu-satunya makhluk di muka bumi yang berdiri tegak.

Saat seseorang berdiri tegak, maka tulang belakang berperan sebagai penyangga beban, dan dari struktur anatomi tubuh, tulang belakang paling bawah yang menyangga beban paling berat, setelah itu tulang leher bawah.

"Kenapa bisa begitu, karena lengkung pinggang dan lengkung leher itu sama, mereka jadi penyangga. Sementara lengkung dada hampir tidak bergerak karena ada tulang rusuk," terang dr. Bambang.

Hal serupa juga terjadi saat seseorang membungkuk sambil mengangkat barang, maka tulang belakang paling bawah juga akan menanggung beban terberat.

"Ini baru dari sisi berdiri tegak saja, belum yang diakibatkan dari trauma karena jatuh dan sebagainya," tukas dr. Bambang.

Melalui forum SPINE20 Annual Summit yang dilaksanakan di Bali, pada 4-5 Agustus lalu, dr. Bambang dan para ahli tulang belakang dari berbagai belahan dunia menyuarakan pentingnya membangun kesadaran terhadap gangguan tersebut.

Kesadaran itu, kata dr. Bambang tidak hanya harus dimiliki oleh masyarakat, namun juga para pemimpin negara, khususnya yang tergabung dalam keanggotaan G20.

Halaman:

Editor: Nenden Pupu

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X