
Hajiumrahnews.com – Rencana pemerintah menyeragamkan masa tunggu haji di seluruh Indonesia menjadi 26–27 tahun menuai penolakan dari calon jamaah. Kebijakan ini dinilai merugikan jamaah yang sudah lama mendaftar dan tinggal menunggu giliran berangkat.
Salah satu calon jamaah asal Gresik, Suhufi (44), mengaku kecewa dengan rencana tersebut. Ia telah mendaftar haji sejak 2013 dan seharusnya mendapat giliran berangkat pada 2027. Namun, bila aturan baru antrean nasional diterapkan, keberangkatannya bisa tertunda hingga 2039.
“Saya jelas dirugikan. Sudah nunggu 12 tahun, daftar 2013, estimasinya 2027. Kalau antreannya disamaratakan 26 tahun, berarti saya harus nunggu lagi. Padahal tinggal sebentar lagi,” ujarnya kepada Republika, Rabu (1/10/2025).
Suhufi berharap pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan ini, khususnya bagi jamaah yang sudah lama menanti. Menurutnya, aturan baru tidak seharusnya berlaku surut karena berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
“Harapannya jamaah haji tetap berangkat sesuai lamanya masa daftar. Jangan merugikan yang hampir berangkat. Kalau yang baru daftar mungkin diuntungkan, tapi bagaimana dengan yang sudah hampir berangkat? Kan kasihan,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) mengusulkan perubahan besar dalam sistem antrean haji. Kuota tidak lagi dibagi per provinsi, kabupaten, atau kota, melainkan akan disatukan dalam antrean nasional yang diseragamkan menjadi 26–27 tahun di seluruh wilayah.
Pemerintah beralasan, kebijakan ini untuk menciptakan keadilan. Selama ini, antrean haji sangat timpang antar daerah. Di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, calon jamaah harus menunggu hingga 47 tahun, sementara di Kayong Utara, Kalimantan Barat, masa tunggu hanya sekitar 15 tahun.
Meski begitu, sejumlah pihak menilai penerapan aturan baru harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan jamaah yang sudah lama mendaftar dan hampir mendapat giliran. Polemik ini diperkirakan akan terus mengemuka seiring pembahasan lanjutan bersama DPR dan pemangku kepentingan haji.