
Hajiumrahnews.com – Teknologi biometrik dalam beberapa tahun terakhir semakin mengubah wajah industri penerbangan dunia. Sistem berbasis pengenalan wajah, sidik jari, dan iris kini menggantikan verifikasi manual yang selama puluhan tahun menjadi standar di bandara. Kehadiran inovasi ini tidak hanya mempercepat proses keberangkatan, tetapi juga meningkatkan kenyamanan dan keamanan penumpang.
Data IATA Global Passenger Survey 2024 mencatat sebanyak 46 persen penumpang telah menggunakan biometrik di bandara, sementara 73 persen lainnya berharap teknologi ini sepenuhnya menggantikan paspor maupun boarding pass. Angka ini mencerminkan harapan besar para pelancong terhadap proses perjalanan yang lebih efisien, digital, dan tanpa hambatan.
Peran biometrik dalam keamanan bandara semakin vital. Sistem ini memungkinkan identitas penumpang diverifikasi secara otomatis tanpa perlu menunjukkan dokumen di setiap pos pemeriksaan. Singapura Changi Airport menargetkan 95 persen proses imigrasi sepenuhnya otomatis pada 2026, Dubai International Airport sudah memanfaatkan pintu pintar biometrik di titik keamanan dan boarding, sementara Abu Dhabi Zayed International akan melengkapi semua pos keamanan dengan sensor biometrik pada 2025. Bahkan, bandara baru seperti King Salman International sejak awal pembangunan sudah merancang integrasi biometrik sebagai standar.
Perjalanan penumpang di bandara kini berubah drastis dengan hadirnya biometrik di setiap tahap. Pada saat pemesanan tiket, penumpang dapat mendaftarkan data biometrik melalui aplikasi maskapai. Proses ini dilakukan dengan swafoto dan unggahan paspor yang disimpan secara aman untuk perjalanan berikutnya. Di tahap check-in online, maskapai seperti Lufthansa mulai menguji sistem verifikasi wajah melalui swafoto yang dipadankan dengan foto paspor. Selain itu, perusahaan keamanan Checkport Switzerland bersama Regula mengembangkan solusi pencegahan penipuan gambar wajah yang dipalsukan, mulai dari foto statis hingga video buatan.
Di bandara, Tokyo Narita menghadirkan kiosk biometrik tanpa sentuhan, di mana penumpang cukup berdiri di depan layar dan menggunakan gestur tangan untuk navigasi. Alaska Airlines di Seattle bahkan meluncurkan “Face-to-Check-In” yang secara otomatis mengenali wajah penumpang tanpa perlu boarding pass atau paspor. Pada tahap bagasi, Delhi Terminal 1 dan 3 menerapkan sistem pencocokan wajah dengan bagasi yang didaftarkan, sehingga tidak ada lagi penumpang yang bisa mengklaim koper orang lain.
Salah satu tahap paling penting, yakni pemeriksaan keamanan, kini juga mulai menggunakan jalur khusus biometrik. Sejumlah bandara besar Amerika Serikat, termasuk Miami, Dallas-Fort Worth, dan Chicago O’Hare, telah mengintegrasikan sistem verifikasi wajah di jalur TSA, memungkinkan penumpang melewati pemeriksaan tanpa harus menunjukkan dokumen identitas.
Proses boarding pun berubah menjadi jauh lebih cepat. Amsterdam Schiphol menjadi pelopor sejak 2017 dengan konsep Face-First Boarding yang memangkas waktu naik pesawat hingga 30 persen. Kini, 98 persen maskapai global sudah mengadopsi atau berencana mengadopsi sistem boarding biometrik. Di masa depan, proses imigrasi juga akan semakin mudah. Otoritas Dubai sedang menyiapkan sistem pre-arrival biometric clearance yang memungkinkan penumpang diverifikasi sejak masih di pesawat, sehingga saat mendarat bisa langsung melewati imigrasi tanpa antre panjang.
Manfaat biometrik bandara tidak terbatas pada kecepatan, tetapi juga menyangkut peningkatan keamanan, efisiensi biaya, hingga pencegahan penipuan. Australia, misalnya, telah menguji masuk internasional tanpa kontak dengan verifikasi wajah, sementara Uni Eropa melalui Entry/Exit System (EES) yang akan berlaku pada 2025 mewajibkan pendaftaran data biometrik untuk semua pelancong non-Uni Eropa. Langkah ini diyakini dapat menutup ruang pemalsuan paspor dan visa.
Dalam jangka panjang, biometrik juga menjadi solusi biaya. Laporan U.S. Travel Association 2024 menyebut hampir 80 persen penumpang mendukung teknologi ini karena menghemat waktu dan mengurangi kerumitan di bandara. Dengan proyeksi lalu lintas penumpang global yang akan berlipat ganda pada 2040, biometrik membantu bandara mengelola volume tanpa harus memperluas infrastruktur fisik atau merekrut lebih banyak tenaga kerja.
Untuk mendukung teknologi tersebut, sejumlah perangkat lunak canggih telah dikembangkan, salah satunya Regula Face SDK. Teknologi ini memungkinkan integrasi dengan kiosk check-in, aplikasi seluler, hingga sistem imigrasi. Regula menawarkan pengenalan wajah presisi dengan deteksi liveness, pencocokan wajah 1:1 maupun 1:N, serta adaptasi di berbagai kondisi cahaya dan dukungan bahasa yang luas.
Era baru perjalanan udara sudah dimulai. Paspor fisik dan boarding pass perlahan-lahan akan tergantikan oleh wajah penumpang itu sendiri. Dengan biometrik, perjalanan udara tidak hanya lebih cepat dan mudah, tetapi juga lebih aman dan modern, menandai langkah besar menuju bandara masa depan.