Kekuatan Storytelling, Senjata Indonesia Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia

Hajiumrahnews.com – Pemerintah Indonesia semakin serius menyiapkan langkah besar untuk menjadikan negeri ini sebagai destinasi utama wisata halal dunia.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan, kekuatan terbesar Indonesia bukan hanya pada keindahan alam atau jumlah destinasi, tetapi pada cerita dan informasi yang mampu menghidupkan nilai-nilai Islam dalam pengalaman wisata.

“Indonesia secara alamiah sudah menjadi destinasi ramah Muslim,” ujar Widiyanti dalam wawancara eksklusif dengan Republika di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Dengan lebih dari 310 ribu masjid yang tersebar di 85 ribu desa dan kelurahan, kata Widiyanti, Indonesia memiliki fondasi sosial dan spiritual yang kuat untuk menjadi negara dengan pariwisata halal paling siap di dunia.

Storytelling dan Branding Global Jadi Kunci

Meski memiliki potensi besar, tantangan utama justru ada pada visibilitas Indonesia di mata wisatawan Muslim global.
Menurut Menparekraf, kunci sukses untuk memenangkan pasar wisata halal adalah penguatan narasi (storytelling) dan kampanye digital agar Indonesia menjadi top of mind bagi wisatawan dari Timur Tengah, Turki, Asia Selatan, hingga Eropa.

“Kita ingin dunia tahu bahwa Indonesia kaya destinasi. Ada 10 plus 3 destinasi prioritas dengan fasilitas halal dan tempat ibadah memadai. Storytelling ini yang perlu diperkuat,” jelasnya.

Untuk memperluas jangkauan promosi, Kementerian Pariwisata aktif mengikuti pameran internasional seperti di Berlin, Dubai, dan London.
Ke depan, akan dibentuk desk promosi wisata Muslim dengan narasi sejarah masuknya Islam ke Nusantara sejak abad ke-7 melalui Aceh.

“Kita harus bisa membuat cerita yang menarik agar wisatawan Muslim merasa terhubung secara spiritual dan historis,” ujar Widiyanti.

Sertifikasi Halal UMKM Jadi Prioritas

Selain promosi global, fokus lain adalah penguatan ekosistem halal domestik, terutama sertifikasi halal bagi pelaku UMKM di desa wisata.
Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memperluas akses sertifikasi halal gratis.

“Kami baru menyerahkan lebih dari 430 sertifikat halal kepada UMKM di Pulau Penyengat. Tahun depan target kami meningkat menjadi 1.500 desa,” kata Widiyanti.

Saat ini terdapat lebih dari 6.100 desa wisata di seluruh Indonesia, sebagian besar dengan produk kuliner lokal.
Menurutnya, sertifikasi halal penting bukan hanya untuk kenyamanan wisatawan Muslim, tetapi juga untuk daya saing ekonomi lokal.

“Wisatawan Muslim datang itu pertama kali mencari makanan halal. Sebenarnya makanan kita sudah halal, tapi labelnya harus terlihat. Brand halal itu penting,” tegasnya.

Belajar dari Jepang dan Korea

Menparekraf juga mencontohkan Jepang dan Korea Selatan, dua negara non-Muslim yang kini gencar mengembangkan wisata ramah Muslim.
Keduanya berhasil menarik wisatawan Timur Tengah berdaya beli tinggi dengan menyediakan makanan halal, ruang ibadah, dan fasilitas keluarga.

“Mereka sadar wisatawan dari Saudi Arabia, UEA, dan Qatar itu spending-nya tinggi. Ini potensi luar biasa yang harus kita kelola dengan baik,” katanya.

Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) dan Teknologi AI

Untuk memperkuat posisi di peta pariwisata global, Kementerian Pariwisata bersama Bank Indonesia, ENHAII, dan Crescentrating meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) — versi nasional dari Global Muslim Travel Index (GMTI).
IMTI memetakan 15 provinsi prioritas wisata Muslim, dengan lima besar: Jawa Barat, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa Tengah.

“Dengan data lengkap dan awareness yang kuat, kita bisa meningkatkan peringkat Indonesia di GMTI,” jelas Widiyanti.

Selain itu, portal resmi pariwisata Indonesia tengah diperbarui dengan fitur berbasis kecerdasan buatan (AI).
Wisatawan nantinya bisa mengakses informasi real-time tentang lokasi makanan halal, tempat ibadah, hingga acara bernuansa Islam di sekitar destinasi.

“Nanti cukup chat dengan AI untuk menemukan restoran halal atau masjid terdekat,” ungkapnya.

Kolaborasi Lintas Kementerian dan Penguatan SDM

Pengembangan wisata halal, lanjut Widiyanti, melibatkan 14 kementerian dan lembaga, termasuk BPJPH, Kementerian Koperasi dan UMKM, serta Kementerian Perhubungan.
Beberapa program sudah berjalan bahkan sebelum MoU resmi karena dorongan semangat kolaborasi yang tinggi.

Dari total 62 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 3 juta yang telah bersertifikat halal.
Pemerintah menargetkan peningkatan signifikan dalam tiga tahun ke depan.

“Wisata halal bukan segmen eksklusif. Ini bagian dari pariwisata berkelanjutan. Halal berarti sehat, bersih, higienis, dan bermanfaat untuk semua,” ujarnya.

Selain memperluas sertifikasi, Kemenparekraf juga menyiapkan pelatihan sumber daya manusia pariwisata halal, termasuk penguasaan bahasa Arab untuk memperkuat pelayanan bagi wisatawan Timur Tengah.

Menjadikan Halal sebagai Gaya Hidup Global

Widiyanti menekankan, promosi halal ke depan tidak boleh hanya bersifat religius, tetapi juga lifestyle-based.
Konsep halal perlu diposisikan sebagai gaya hidup global yang modern dan berkelanjutan.

“Banyak wisatawan non-Muslim di luar negeri yang memilih restoran halal karena lebih higienis dan aman. Jadi halal itu universal,” jelasnya.

Menurutnya, momentum Indonesia untuk memimpin pasar wisata halal dunia sudah di depan mata.
Dengan sinergi antar-lembaga, dukungan UMKM, dan narasi yang kuat, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat pariwisata halal dunia pada 2030.

Kekuatan Indonesia bukan hanya pada jumlah destinasi, tetapi pada cerita yang hidup di setiap tempat — dari kisah sejarah Islam di Aceh, hingga harmoni budaya di Lombok, Yogyakarta, dan Sumatera Barat.
Dengan strategi komunikasi yang tepat, Indonesia siap menjadi ikon wisata halal dunia, di mana keindahan alam berpadu dengan nilai spiritual dan kemanusiaan universal.