Menteri Agama Usul Adanya OJK Syariah untuk Awasi Rp1.000 Triliun Dana Umat

Hajiumrahnews.com — Menteri Agama Nasaruddin Umar berencana membentuk lembaga pengawas keuangan berbasis syariah, semacam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Syariah, guna memastikan dana umat dikelola secara transparan dan akuntabel.

Ia mengungkapkan, potensi dana umat di Indonesia mencapai sekitar Rp1.000 triliun per tahun, bersumber dari zakat, wakaf, infak, sedekah, dana jaminan produk halal, hingga kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan instrumen investasi syariah seperti sukuk.

“Kalau ini dikelola dengan baik, kita perlu lembaga agar pengawasan keuangannya teratur. Saya membayangkan nanti Indonesia memiliki semacam OJK Syariah,” ujar Nasaruddin dalam sambutannya pada peluncuran produk Wakaf Berbasis Saham, dikutip dari YouTube Indonesia Stock Exchange, Sabtu (18/10/2025).

Menurutnya, keberadaan lembaga pengawas ini akan memastikan lembaga pengelola dana umat seperti Baznas tidak menggunakan dana secara bebas tanpa mekanisme kontrol yang kuat.

“Kalau diatur dalam satu OJK Syariah, pundi-pundi umat sekitar Rp1.000 triliun per tahun itu luar biasa. Ini harta karun yang belum tergarap, nilainya hampir sama dengan pajak yang dikelola pemerintah,” jelasnya.

Nasaruddin menilai, pengelolaan dana umat secara optimal dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Ia memperkirakan, dengan 20 juta penduduk yang masuk kategori miskin mutlak, kebutuhan bantuan hanya sekitar Rp20 miliar.

“Separuh saja dari dana Baznas, sudah bisa menyelesaikan masalah kemiskinan. Kalau semuanya dikelola, dampaknya dahsyat,” tegasnya.

Kementerian Agama juga telah memperoleh restu Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk lembaga pengelolaan dana umat yang bernama Lembaga Pemberdayaan Dana Umat (LPDU).

Berdasarkan survei yang disampaikan Nasaruddin, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp327 triliun, sedangkan Baznas baru mengumpulkan Rp41 triliun. Potensi wakaf mencapai Rp140 triliun, kurban Rp180 triliun, fidyah Rp500 miliar, kafarat Rp660 miliar, aqiqah Rp10 triliun, iwad atau uang pengganti perceraian Rp3,5 triliun, serta luqathah atau tanah yang jatuh ke baitulmal sekitar Rp20 triliun.

“Kalau seluruhnya dikelola oleh lembaga khusus, potensinya hampir menyamai penerimaan pajak nasional. Tahun lalu pajak mencapai Rp1.200 triliun, sementara dana umat bisa mencapai Rp1.100 triliun,” ungkapnya.

Ia menambahkan, potensi tersebut bukan hanya menjadi peluang ekonomi, melainkan juga kekuatan sosial bagi umat Islam untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional.