
Hajiumrahnews.com — Berabad-abad lamanya, umat Islam Nusantara menunaikan ibadah haji dengan menempuh perjalanan panjang melalui laut. Dari kapal layar hingga kapal uap, ribuan jamaah berangkat dari pelabuhan Batavia, Surabaya, Palembang, dan Aceh menuju Tanah Suci.
Perjalanan itu bukan sekadar mobilitas fisik, melainkan juga pengalaman spiritual dan sosial yang mendalam. Di atas kapal, para jamaah berbagi doa, mempelajari kitab, mempererat persaudaraan lintas daerah, bahkan membangun jejaring ulama dan pedagang yang memperkuat ikatan dunia Islam di Asia Tenggara.
Namun, seiring kemajuan teknologi transportasi, perjalanan haji beralih dari laut ke udara. Pesawat membawa efisiensi dan kecepatan, membuat perjalanan berbulan-bulan kini bisa ditempuh dalam hitungan jam. Meski demikian, dimensi kebersamaan dan kontemplasi yang melekat dalam perjalanan laut terasa mulai hilang.
Kini, sejarah itu kembali menemukan gaungnya. Public Fund Saudi membuka peluang bagi umat Islam Indonesia untuk menapaktilasi jejak leluhur dengan berhaji dan berumrah melalui jalur laut yang aman, modern, dan berstandar halal.
CEO Islamicruise International, Suhaimi Abd Gafer, menjelaskan bahwa lembaga di bawah pengelolaan Pangeran Mohammed bin Salman ini menyiapkan kapal pesiar khusus untuk perjalanan umrah dan haji, seperti Aroya Cruise. Kapal ini dirancang bukan sekadar untuk wisata, melainkan sebagai ruang ibadah dan kebersamaan spiritual yang terjaga sepanjang perjalanan.
“Perjalanan laut kini bukan lagi perjuangan menghadapi ombak, melainkan pengalaman ibadah yang nyaman, aman, dan penuh makna,” ujarnya.
Menurut Abd Rahman Mohd Ali, Project Director Islamicruise International, rute jalur laut ini mengingatkan pada jalur niaga dan penyebaran Islam masa lampau. Kapal akan berlayar dari Port Klang (Malaysia) menuju Banda Aceh, kemudian singgah di Maldives, Oman, dan berakhir di Mekkah serta Jeddah.
Setiap persinggahan memiliki nilai sejarah tersendiri. Banda Aceh, misalnya, sejak lama dikenal sebagai Serambi Mekkah dan menjadi pintu keberangkatan jamaah haji dari Nusantara. Kembalinya kota ini dalam rute modern seakan menegaskan kesinambungan sejarah peran Indonesia dalam peradaban Islam.
Di Oman, jamaah dapat menyaksikan keagungan arsitektur Islam klasik, sementara di Maldives, pemandangan lautnya yang memukau menghadirkan ruang kontemplasi spiritual tentang kebesaran ciptaan Tuhan.
Perjalanan ini bukan hanya menuju Tanah Suci, melainkan juga perjalanan reflektif yang memperkaya pengalaman spiritual dan budaya.
Kehadiran jalur laut bagi haji dan umrah juga membawa dampak ekonomi dan budaya. Destinasi singgah dapat menjadi ruang interaksi, perdagangan, bahkan diplomasi budaya yang memperkuat posisi Indonesia dalam jaringan pariwisata halal global.
Beberapa biro perjalanan yang sudah terafiliasi dengan program ini antara lain Cruise Mabi, Panorama JTB, Global Travelindo, TX Travel, Umroh.com, Prima Vijaya, Megatrans Universal, Golden Rama, Anta Vaya, Dwi Daya, dan Wita Tour.
Meski biaya perjalanan laut relatif lebih tinggi — sekitar Rp58 juta per orang — nilai spiritual dan sosial yang ditawarkan menjadikannya pengalaman yang tak ternilai.
“Di kapal, jamaah memiliki waktu lebih panjang untuk berdoa, berdiskusi, dan membangun jejaring sosial — sebagaimana para ulama terdahulu menjalin hubungan lintas negeri,” ujar Abd Rahman.
Kehadiran jalur laut ini membuktikan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan. Dulu, jamaah menempuh perjalanan penuh risiko dan memakan waktu berbulan-bulan. Kini, berkat inovasi teknologi dan dukungan logistik, jalur laut hadir kembali dengan wajah baru: aman, nyaman, dan berorientasi spiritual.
Bagi sebagian jamaah, perjalanan udara mungkin tetap menjadi pilihan utama. Namun bagi yang merindukan pengalaman penuh refleksi, kebersamaan, dan makna historis, jalur laut menawarkan dimensi ibadah yang lebih dalam.
Perjalanan ini bukan sekadar mengulang sejarah, tetapi juga menghidupkan kembali nilai spiritual bahwa ibadah bukan hanya tentang tiba di Tanah Suci, melainkan juga tentang proses menuju ke sana.
Melalui jalur laut, umat Islam Indonesia kembali diajak menapaki jejak para leluhur — menjembatani masa lalu dan masa depan dalam satu perjalanan yang menyatukan iman, sejarah, dan kemanusiaan.