Amphuri Peringatkan Bahaya Umrah Mandiri: Dana Umat Bisa Lari ke Luar Negeri

Hajiumrahnews.com — Kebijakan legalisasi Umrah Mandiri memicu kekhawatiran serius dari kalangan penyelenggara ibadah. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menilai kebijakan tersebut dapat menggerus kedaulatan ekonomi umat dan memicu keluarnya dana masyarakat ke luar negeri.

“Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Amphuri, Zaky Zakariya, dikutip dari Antara, Minggu (26/10/2025).

Menurut Zaky, legalisasi umrah mandiri justru membuka peluang besar bagi korporasi dan platform digital global, seperti Online Travel Agent (OTA) internasional, untuk langsung menjual paket perjalanan kepada masyarakat Indonesia tanpa melibatkan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lokal.

Padahal, selama ini sektor haji dan umrah menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja, mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, katering, hingga pelaku UMKM di berbagai daerah. Jika peran PPIU lokal dilemahkan, efek domino terhadap ekonomi domestik akan terasa luas.

“Legalisasi umrah mandiri juga berpotensi menurunkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengurangi penerimaan pajak karena nilai tambah ekonomi bergeser ke luar negeri,” kata Zaky menegaskan.

Selain persoalan ekonomi, Amphuri juga menyoroti lemahnya perlindungan jamaah dalam konsep umrah mandiri. Menurut Zaky, perjalanan ibadah tanpa melalui PPIU resmi memang terlihat memberikan kebebasan, tetapi mengandung risiko besar bagi keselamatan dan kenyamanan jamaah.

“Jika terjadi gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.

Lebih jauh, jamaah juga terancam melakukan pelanggaran aturan di Arab Saudi karena kurangnya pemahaman terhadap regulasi setempat. Beberapa risiko yang disorot antara lain pelanggaran batas waktu visa (overstay), larangan berpakaian beratribut politik, serta aktivitas yang dianggap mengganggu ketertiban umum.

Zaky mengingatkan bahwa kasus penipuan umrah pernah menjadi masalah besar. Pada 2016, lebih dari 120.000 calon jamaah gagal berangkat akibat praktik penipuan yang melibatkan berbagai pihak.

“Dengan pengawasan ketat saja penipuan masih terjadi, apalagi bila praktik umrah mandiri dilegalkan,” tegasnya.

Zaky juga menolak pandangan bahwa umrah mandiri dapat disamakan dengan perjalanan wisata biasa. Menurutnya, umrah adalah ibadah mahdhah yang memerlukan bimbingan spiritual, bukan sekadar transaksi perjalanan.

“Jika peran lembaga keagamaan seperti pesantren, ormas Islam, dan PPIU diabaikan, maka nilai-nilai rohani yang selama ini menyertai perjalanan ibadah akan hilang. Umrah bisa berubah menjadi sekadar transaksi digital tanpa makna spiritual,” pungkas Zaky.

Sebagai langkah konkret, Amphuri mendesak Kementerian Haji dan Umrah RI bersama Komisi VIII DPR RI untuk segera menyusun batasan teknis dan regulasi implementasi umrah mandiri. Tujuannya agar kebijakan tersebut tidak merusak ekosistem keumatan dan industri halal yang telah dibangun selama bertahun-tahun.