Hajiumrahnews.com — Sosok inspiratif kita kali ini adalah Hj. Reni Sitawati Siregar, CEO NCS Group, perusahaan logistik nasional yang telah berdiri selama tiga dekade. Tak hanya dikenal sebagai pemimpin bisnis yang visioner, beliau juga merupakan seorang muslimah berprestasi yang telah menerima berbagai penghargaan bergengsi, seperti Ernst & Young Entrepreneurial Winning Women Class of 2016, Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI (2018), serta ‘Kartini Masa Kini’ dari MNC Fashion dan BTN Prioritas. Ia juga pernah menjabat sebagai Majelis Wali Amanah Universitas Sumatera Utara (2020–2024) dan pengurus Yayasan Global CEO Indonesia (2021–2024).
Wawancara ini menjadi sangat istimewa karena disampaikan langsung dari Tanah Suci Madinah Al Munawwarah, dalam suasana pasca haji tahun 2025. Sosok muslimah tangguh ini membuka hati tentang bagaimana nilai-nilai keteladan Rasulullah ﷺ menjadi fondasi dalam membangun bisnis, menjaga integritas, serta menyeimbangkan peran sebagai pemimpin, ibu, dan hamba Allah.
✨✨✨
Bu Reni, momen haji tentu sangat mendalam. Kalau boleh berbagi, adakah pengalaman selama di Mekkah atau Madinah yang memberi makna baru terhadap perjalanan spiritual dan kepemimpinan Ibu?
Setiap perjalanan memiliki momen yang dapat menjadi inspirasi, termasuk saat berada di Baitullah. Baitullah bukan hanya tempat yang agung, tapi juga tempat bermuhasabah dengan Sang Pencipta. Di sini terasa begitu dekat untuk memohon dan berdialog dengan Allah SWT. Semua keluh kesah—baik lahir maupun batin—tertuang begitu saja, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan.
Kami menghamba kepada Sang Pencipta, dimulai dengan rasa syukur yang luar biasa. Saya masih diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki kembali di Tanah Suci, mengingat masa COVID-19 dan penantian panjang selama 10 tahun untuk berhaji kembali. Perusahaan pun bisa bertahan tanpa harus mengurangi karyawan atau pendapatan mereka selama pandemi. Itu semua membuat saya sangat bersyukur. Meski situasi sekarang belum sepenuhnya pulih, tempat inilah (Tanah Suci) menjadi ruang terbaik untuk kembali memohon kepada Allah:
"Apa yang harus saya jalankan, ya Rabb? Aku hanya bisa berikhtiar, dan hanya Engkaulah yang Maha Memberi Keputusan."
Saya berdoa agar Allah senantiasa memberi kemudahan dan petunjuk.
Ibu sering menyampaikan bahwa Rasulullah ﷺ adalah teladan sejati dalam berniaga. Dalam praktik nyata sebagai CEO, prinsip apa dari beliau yang paling terasa Ibu pegang teguh dalam mengelola NCS?
Saya menempuh pendidikan di sekolah negeri dan juga madrasah. Sejak kecil, saya belajar tentang keteladanan Rasulullah SAW. Maka ketika memulai usaha, saya bertanya pada diri sendiri: "Kenapa tidak menerapkan konsep kejujuran—Fathonah—dalam berbisnis?"
Walau di awal orang-orang belum percaya pada laporan pendapatan bersih kami, saya tetap menyampaikan dengan jujur. Saya tidak ambil pusing; yang penting saya sudah sampaikan apa adanya.
Di internal perusahaan, saya sering menyampaikan kepada para kurir dan staf—yang mayoritas laki-laki—bahwa mereka sangat beruntung. Karena setiap kali keluar rumah dan mengucapkan, “Bismillah, tawakkaltu ‘alallah,” malaikat akan berkata, “Aku cukupkan rezekimu.” Saya berharap mereka bekerja dengan jujur dan penuh amanah. Menyampaikan kiriman pelanggan adalah bentuk jihad mereka. Insya Allah, saya terus menyampaikan nilai-nilai ini sebagai bagian dari syiar.
Dalam 30 tahun perjalanan NCS, tentu ada masa-masa berat. Apa nilai Islami yang paling Ibu jadikan pondasi saat menghadapi ujian bisnis?
Saya melihat banyak perubahan signifikan di Arab Saudi, baik di bandara, Mekkah, maupun Madinah. Transformasinya begitu cepat di bawah kepemimpinan baru—mulai dari master plan, sistem hospitality, hingga kehadiran café-café di sudut kota yang terasa seperti berada di Eropa.
Hal kecil yang sangat berkesan bagi saya adalah bagaimana petugas di Arab Saudi kini menjadi lebih ramah. Misalnya, petugas "Ask Me" kini hadir dengan senyum dan sopan santun. Ini sangat berbeda dibandingkan dulu. Meskipun kecil, tapi dampaknya luar biasa. Ini bisa kita jadikan contoh, “copy paste” untuk perusahaan.
Master plan perusahaan juga perlu terus berubah mengikuti situasi bisnis. Di NCS, kami sadar: kalau tidak berubah, maka akan mati. Dahulu NCS dikenal kuat di pengiriman dokumen, tapi kini harus bertransformasi ke unit bisnis baru. Di sinilah saya kembali memohon kepada Allah agar memudahkan jalan perusahaan ke depan.
Tiga puluh tahun NCS adalah karunia besar. Harapan saya ke depan adalah menyampaikan kepada seluruh stakeholder dan rekan kerja: “Bekerjalah bukan hanya untuk mencari uang, tapi jadikan ini ladang amal.”
Kalaupun suatu hari saya tidak ada lagi di dunia ini, saya berharap NCS bisa menjadi ladang amal jariyah kami dan berkontribusi lebih besar untuk masyarakat.
Ujian selama 30 tahun tentu banyak: krisis 1998, tekanan ekonomi global, digitalisasi—di mana dokumen fisik berkurang drastis, dan terakhir pandemi COVID-19 di tahun 2020. Semua itu menuntut kami untuk terus mencoba hal-hal baru dan berani memulai lagi.
Setiap langkah saya selalu saya sandarkan kepada Allah. Saya bukan siapa-siapa, hanya seorang hamba. Saya selalu ingat saat Rasulullah SAW mengalami masa-masa berat, salah satu ayat yang menguatkan saya adalah QS. Al-Baqarah: 286. Ayat ini menjadi pegangan saya. Saya juga rutin membaca zikir pagi dan petang setiap hari.
Banyak perempuan hari ini merasa tertekan antara peran sebagai ibu, istri, dan profesional. Bagaimana Ibu menjaga harmoni itu tanpa kehilangan arah spiritual?
Sebagai ibu dan istri, saya memegang prinsip bahwa saat di kantor, kita bersikap profesional sebagai pemimpin. Namun ketika di rumah, peran itu harus ditanggalkan. Di rumah, kita tetaplah istri dan ibu, melayani keluarga dengan tulus, seperti memasak atau mengurus rumah tangga lainnya.
Saya tidak melihat hal ini sebagai penghalang. Yang penting adalah komunikasi yang baik. Misalnya, jika ada rapat malam, kita perlu memberitahukan keluarga. Harmoni akan hadir jika ada saling pengertian.
Saya rutin menjalankan salat Dhuha di kantor, dan saya juga mengajak staf untuk melakukannya. Setiap Sabtu, kami mengadakan tahsin Al-Qur’an, dan ada program setoran bacaan melalui grup WhatsApp. Saya bahkan meminta cabang-cabang di seluruh Indonesia untuk ikut bergabung. Hidup tanpa Al-Qur’an seperti hidup tanpa arah.
Banyak anak muda muslimah saat ini ingin menjadi pebisnis sukses tapi juga takut jauh dari nilai agama. Apa pesan Ibu untuk mereka agar tetap kuat dalam iman dan berani bermimpi besar?
Bapak saya adalah sosok luar biasa dalam hidup saya. Zaman dulu, saya membangun usaha dengan banyak mencoba dan bekerja keras. Sekarang, generasi muda sangat beruntung—ilmu agama makin mudah diakses, dan media sosial menjadi sarana yang luar biasa untuk belajar dan berbagi.
Saya selalu meyakini bahwa rezeki yang Allah titipkan kepada pengusaha adalah amanah yang harus digunakan untuk kebaikan. Kita bisa berbagi, memberi, dan membantu banyak orang.
Doa pertama saya saat berhaji di tahun 2002 adalah:
“Ya Allah, jangan hanya saya yang Engkau berikan kemampuan untuk ke Tanah Suci. Tapi mudahkanlah saya agar bisa membawa orang lain juga berhaji dan umrah.”
Alhamdulillah, Allah kabulkan satu per satu.
Jangan takut! Berpeganglah pada Al-Qur’an. Semoga Allah selalu menjaga langkah kita semua.
✨✨✨
Wawancara ini bukan hanya menyajikan potret seorang pemimpin perempuan yang berhasil membesarkan bisnis logistik nasional, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang spiritualitas, keteladanan Rasulullah ﷺ, dan keberanian untuk terus berubah dalam jalan yang diridhai. Hj. Reni Sitawati Siregar menunjukkan bahwa menjadi pengusaha muslimah tidak menghalangi jalan ibadah, justru memperluas ladang amal. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi para muslimah Indonesia untuk terus melangkah dengan niat lurus, tekad kuat, dan hati yang senantiasa terpaut pada Sang Khalik. Amiin.