Eks Pejabat Kemenag dan Dirut Travel Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji

Hajiumrahnews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa dua saksi penting dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) kuota haji penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (8/10).

Mereka yang diperiksa adalah Saiful Mujab (SM), mantan Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), yang kini menjabat sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah, serta Ali Makki, Direktur Utama PT Al Haramain Jaya Wisata.

“Pemeriksaan dilakukan terhadap SM, PNS, dan satu saksi lainnya, AM dari pihak swasta,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.

Menurut Budi, pemeriksaan keduanya dilakukan untuk menggali keterangan terkait aliran dana dan proses penentuan kuota tambahan haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi tahun 2023.

Kasus ini bermula dari pemberian tambahan kuota 20.000 jemaah haji oleh Pemerintah Arab Saudi setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan otoritas Saudi pada 2023.

Tambahan kuota tersebut kemudian dibagi berdasarkan SK Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, yakni: 10.000 kuota untuk haji reguler dan 10.000 kuota untuk haji khusus, dengan pengelolaan melalui biro travel swasta.

Namun, pembagian tersebut diduga tidak sesuai ketentuan Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019, yang mengatur proporsi 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.

KPK menduga adanya praktik jual beli kuota haji, dengan setoran dari perusahaan travel kepada oknum pejabat Kemenag berkisar USD 2.600–7.000 per kuota (setara Rp41,9 juta–Rp113 juta).
Dana tersebut kemudian diduga digunakan untuk pembelian aset pribadi, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar, yang telah disita penyidik KPK.

Dalam penyelidikan awal, KPK menemukan keterlibatan 13 asosiasi dan lebih dari 400 biro travel haji dalam transaksi kuota tersebut.
Kuota khusus sebanyak 9.222 dialokasikan untuk jemaah dan 778 untuk petugas, sementara 10.000 kuota reguler didistribusikan ke 34 provinsi, dengan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebagai penerima terbanyak.

KPK menyebut potensi kerugian negara bisa melampaui Rp1 triliun, dan saat ini penyidik tengah memeriksa dokumen serta transaksi keuangan yang terkait.

“Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025. Kami akan umumkan pihak-pihak yang bertanggung jawab setelah pemeriksaan rampung,” tutur Budi Prasetyo.

KPK menegaskan akan bersikap transparan dan profesional dalam penanganan perkara ini, mengingat isu kuota haji menyangkut kepentingan publik dan kepercayaan umat.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pihak agar penyelenggaraan ibadah haji tetap berjalan sesuai prinsip keadilan, integritas, dan amanah.