
Hajiumrahnews.com – Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) memastikan akan melakukan perombakan besar terhadap sistem antrean haji di Indonesia. Reformasi ini diharapkan menghapus masa tunggu hingga 48 tahun yang selama ini terjadi di sejumlah daerah.
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan bahwa perubahan ini adalah bagian dari transformasi besar penyelenggaraan ibadah haji. "Kami pasti banyak melakukan transformasi. Transformasi itu artinya berubah dari yang secara fisik, sifat, fungsi. Nah, kami ingin melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik. Dan perubahan di awal itu akan menyebabkan turbulence, pasti nggak mudah," ujarnya dalam acara diskusi publik Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) di Novotel Hotel, Kota Tangerang, Senin (29/9).
Dahnil mengakui kebijakan ini berpotensi menimbulkan protes, namun ia bersama Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan), siap menghadapi tantangan tersebut. Menurutnya, setiap langkah reformasi mendasar memang akan memunculkan guncangan awal.
Salah satu aspek penting yang diubah adalah formula pembagian kuota haji per provinsi, kabupaten, dan kota. Selama ini, rumus pembagian kuota dinilai tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan bahkan menjadi catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi," jelas Dahnil.
Dalam aturan, kuota haji harus dibagi berdasarkan dua indikator utama: jumlah penduduk muslim di daerah dan jumlah daftar tunggu. Namun, formula ini tidak pernah diterapkan secara konsisten.
Dengan reformasi baru, antrean haji akan dibuat seragam di seluruh Indonesia. "Sekarang ini Bantaeng yang paling lama 48 tahun, Sulawesi 40 tahunan, Sumatera Utara 19 tahun, Banten 26-27 tahun, beda-beda. Nah, besok ketika formulasi kembali ke undang-undang, lama antrean semua daerah itu sama, yaitu 26–27 tahun," paparnya.
Dahnil menilai langkah ini lebih adil sekaligus memperbaiki tata kelola keuangan haji. "Hal-hal seperti ini nanti dari sisi keuangan, dari sisi antrean, kita pastikan harus berkeadilan. Transformasi ini memang akan menimbulkan turbulence yang sangat berarti. Tapi pil pahit ini harus ditelan untuk memastikan perbaikan haji Indonesia lebih baik di masa yang akan datang," tegasnya.
Perombakan sistem antrean haji ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan layanan haji yang lebih transparan, adil, dan berpihak pada seluruh calon jemaah, tanpa diskriminasi wilayah.