
Hajiumrahnews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing dari tiga biro travel di Yogyakarta. Uang tersebut diduga berasal dari hasil pembelian tiket jemaah dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama (Kemenag).
“Pemeriksaan terkait jual-beli kuota kepada para jamaah, serta penyitaan sejumlah uang dalam mata uang asing,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).
Budi menjelaskan, uang tersebut diserahkan oleh tiga biro travel setelah menjalani pemeriksaan pada Kamis (23/10/2025). Pemeriksaan dilakukan di Polresta Yogyakarta terhadap Lili Widojani Sugihwiharno (LWS), Muhammad Muchtar (MM), dan Ahmad Bahiej (AB). “Nilai pastinya masih dihitung oleh penyidik,” ujarnya.
Sejauh ini, lebih dari 300 biro travel telah diperiksa KPK dan ditargetkan mencapai 400 biro untuk finalisasi perhitungan kerugian negara. Informasi terakhir menyebut kerugian negara mencapai Rp1 triliun.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, sejumlah biro travel dan asosiasi haji telah mengembalikan uang ke KPK, meski jumlahnya belum signifikan. “Secara keseluruhan kalau ratusan miliar mungkin belum, kalau sudah puluhan miliar mungkin sudah mendekati seratus ada,” ujarnya di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Setyo menegaskan, KPK akan menelusuri seluruh aliran dana, termasuk jika dana tersebut telah berubah bentuk menjadi aset. “Pasti akan kita kejar semaksimal mungkin selama ada informasi bahwa aset itu terkait kasus ini,” katanya.
Salah satu yang telah mengembalikan uang ialah Khalid Zeed Abdullah Basalamah, pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji, serta beberapa biro anggota Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH).
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025, meskipun KPK belum mengumumkan tersangka. Berdasarkan penyidikan, kasus bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Arab Saudi pada 2023 setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi.
Tambahan kuota itu kemudian diatur dalam SK Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, dengan pembagian 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Kuota khusus ini sebagian besar dikelola biro travel swasta.
Namun, pembagian tersebut diduga menyalahi Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur komposisi kuota haji 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Dalam praktiknya, kuota haji khusus diduga diperjualbelikan dengan setoran kepada pejabat Kemenag senilai USD 2.600–7.000 per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta.
Dana hasil setoran itu mengalir melalui asosiasi travel ke pejabat Kemenag dan digunakan membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang telah disita KPK. Rumah itu diduga dibeli seorang pegawai Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebagai bagian dari komitmen pembagian kuota tambahan.
KPK memastikan proses penyidikan terus berjalan dan akan segera mengumumkan pihak-pihak yang bertanggung jawab.