
Hajiumrahnews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya sejumlah biro travel haji yang belum mengantongi izin resmi namun tetap mendapatkan jatah kuota haji khusus. Temuan ini terkuak dalam penyidikan kasus dugaan korupsi distribusi kuota haji tahun 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
“Kemudian juga diduga, ditemukan fakta-fakta lain bahwa ada biro-biro travel yang tidak terdaftar tapi bisa melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji khusus. Misalnya travel ini tidak punya izin untuk penyelenggaraan ibadah haji khusus, tapi ternyata bisa mendapatkan kuota haji khusus tersebut,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/10).
Budi menjelaskan, tim penyidik tengah menelusuri lebih dalam bagaimana mekanisme biro travel tak berizin itu bisa memperoleh jatah kuota haji khusus. Termasuk, apakah ada praktik jual-beli kuota antarsesama penyelenggara haji.
“Itu seperti apa cara memperolehnya, apakah melakukan pembelian dari biro travel lain yang sudah terdaftar dan mendapatkan plotting kuota haji khusus tersebut,” kata Budi.
“Oleh karena itu, penyidik perlu mendalami dari setiap penyelenggara atau biro travel ibadah haji ini,” tambahnya.
Selain memeriksa sejumlah penyelenggara haji, KPK juga menggali informasi dari berbagai asosiasi penyelenggara haji dan umrah. Fokus penyelidikan diarahkan pada mekanisme distribusi kuota, peran asosiasi, serta dugaan aliran uang ke pihak tertentu di Kemenag.
“Dalam pelaksanaan ibadah haji khusus ini, proses pengisian di aplikasi kan user-nya dikelola asosiasi, termasuk pemesanan logistik dan akomodasi. Itu yang sedang kami dalami,” ujar Budi.
KPK mencatat, saat ini terdapat sekitar 400 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang beroperasi di Indonesia.
“Oleh karena itu, KPK mengimbau kepada pihak-pihak baik asosiasi maupun biro travel untuk kooperatif dan memberikan keterangan yang dibutuhkan, agar proses penyidikan segera tuntas,” tegasnya.
Kasus ini berawal dari Keputusan Menteri Agama (Kepmenag) RI Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan 2024. Dalam keputusan tersebut, dari total 20.000 kuota tambahan, pemerintah menetapkan pembagian 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.
Padahal, menurut Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, komposisi kuota semestinya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Dengan adanya pergeseran porsi tersebut, KPK menduga terjadi manipulasi kebijakan kuota yang merugikan calon jemaah reguler. Kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi seharusnya digunakan untuk mempercepat antrean jemaah, bukan memperluas porsi haji khusus.
“Kami juga menemukan adanya dugaan lobi dan pemberian uang dari pihak asosiasi maupun travel haji kepada pejabat Kemenag terkait pembagian kuota tambahan itu,” ungkap sumber internal KPK.
Penyelidikan masih terus berlangsung, dan KPK memastikan akan memanggil seluruh pihak terkait untuk mendalami dugaan praktik jual-beli kuota hingga aliran dana yang melibatkan oknum di kementerian.