
Hajiumrahnews.com — Arab Saudi tengah menyaksikan lonjakan luar biasa dalam penyelenggaraan ibadah umrah. Setiap harinya, ribuan jamaah dari berbagai negara memenuhi Tanah Suci, didorong oleh semangat spiritual dan dukungan fasilitas yang kian modern. Tren baru yang kini mencuat adalah umrah mandiri, di mana jamaah mengatur sendiri perjalanan ibadah mereka tanpa bergantung pada biro travel.
Fenomena ini bukan sekadar gaya beribadah baru, melainkan bagian dari potensi ekonomi raksasa yang terus tumbuh. Berdasarkan estimasi terbaru, potensi pendapatan dari sektor haji dan umrah di Arab Saudi dapat mencapai 150 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.400 triliun setiap tahun—angka yang jauh melampaui realisasi pendapatan saat ini, sekitar 12 miliar dolar AS.
Selisih besar ini menunjukkan peluang luar biasa bagi Kerajaan Saudi untuk terus mengembangkan ekosistem haji dan umrah. Melalui Vision 2030, pemerintah Saudi berinvestasi besar-besaran pada infrastruktur, termasuk perluasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pembangunan hotel baru, serta fasilitas transportasi modern seperti kereta cepat Haramain.
Tak hanya itu, Saudi juga memperkenalkan berbagai inovasi digital seperti aplikasi Nusuk dan Eatmarna, yang mempermudah jamaah dalam mengatur jadwal dan layanan ibadah—terutama bagi mereka yang melaksanakan umrah secara mandiri.
Menanggapi perubahan global ini, Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan bahwa legalisasi umrah mandiri di Indonesia adalah langkah adaptif terhadap kebijakan Arab Saudi.
“Pada saat ini, pintu untuk pelaksanaan haji dan umrah mandiri memang sangat dibuka oleh Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arabia, sehingga Indonesia tentu harus kompatibel secara regulasi,” ujar Dahnil dalam unggahan video pribadinya, Sabtu (25/10/2025).
Ia menambahkan, praktik umrah mandiri sebenarnya sudah lama terjadi di Indonesia sebelum memiliki dasar hukum yang jelas. Karena itu, pemerintah bersama DPR memasukkannya ke dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah guna memastikan perlindungan jamaah.
“Kita ingin melindungi seluruh jamaah umrah mandiri atau jamaah umrah kita, maka kita masukkan dalam undang-undang untuk memastikan perlindungan terhadap mereka,” jelas Dahnil.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sistem digital terintegrasi antara Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Haji dan Umrah RI akan memudahkan pengawasan dan perlindungan jamaah.
“Melalui sistem yang terintegrasi, kita bisa mendapatkan data yang benar tentang jamaah umrah yang berangkat ke Saudi dan memastikan perlindungan maksimal,” ujarnya.
Dahnil menegaskan, perubahan regulasi di Arab Saudi yang membuka peluang umrah mandiri merupakan bagian dari fenomena global yang tak bisa dihindari.
“Kita memberikan ruang legalitas untuk umrah mandiri, karena arusnya tidak bisa dibendung. Ini adalah bagian dari perubahan iklim pelaksanaan ibadah di Saudi Arabia yang memang membuka peluang tersebut,” kata kader Muhammadiyah itu.
Dengan demikian, legalisasi umrah mandiri di Indonesia tidak hanya bentuk penyesuaian terhadap kebijakan internasional, tetapi juga strategi menjaga keseimbangan antara perlindungan jamaah dan keberlanjutan ekosistem ekonomi haji-umrah nasional.