Pesan Terakhir Ustaz Jazir ASP: Masjid, Pemuda, dan Jalan Islam Indonesia

Hajiumrahnews.com — Mendung duka masih menyelimuti umat Islam Indonesia atas wafatnya Ustaz Muhammad Jazir ASP, tokoh pelopor pemberdayaan masjid sekaligus penggerak Masjid Jogokariyan, Yogyakarta. Di balik kepergiannya, Ustaz Jazir meninggalkan warisan pemikiran yang relevan untuk masa depan Islam Indonesia, khususnya tentang peran masjid dan pemuda.

Salah satu gagasannya terangkum dalam buku Manifesto Masjid Nabi: Rumah Allah yang Memihak Rakyat, yang disunting pustakawan Yogyakarta, Yusuf Maulana. Dalam buku tersebut, Ustaz Jazir menegaskan pandangannya tentang posisi Islam dalam kehidupan berbangsa.

Secara ideologis, Ustaz Jazir berpandangan bahwa Indonesia bukanlah negara Islam dalam pengertian formal. “Indonesia itu Muslim State, bukan Islamic State,” tulisnya. Ia merujuk pada pemikiran Masyumi yang menempatkan perjuangan umat Islam dalam koridor parlementer dan demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberal.

Ia juga menilai gagasan Negara Islam Indonesia (NII) sebagai sebuah “kecelakaan sejarah” karena tidak lahir dari dukungan mayoritas umat. Pandangan tersebut, menurutnya, telah disepakati para ulama dalam Kongres Umat Islam sebagai bentuk ijma untuk memperjuangkan Islam melalui mekanisme demokrasi perwakilan.

Masjid dan Dinamika Gerakan Islam

Ustaz Jazir mencermati dinamika pergerakan Islam yang tak terelakkan dalam sejarah Indonesia. Pada era 1980-an hingga awal 1990-an, masjid kampus berfungsi sebagai ruang pemersatu berbagai kelompok. Dari masjid kampus inilah lahir aktivis yang kemudian membangun masjid-masjid kampung.

Namun, kondisi itu berubah ketika masjid kampus menjadi arena gesekan antar-harakah. Dampaknya, masjid kampung pun ikut terimbas dan kehilangan fungsi pemersatu. “Masjid seharusnya menyatukan, bukan menjadi tempat perebutan pengaruh,” tegasnya.

Pemuda Masjid sebagai Jembatan

Dalam pandangan Ustaz Jazir, pemuda masjid memiliki peran strategis sebagai penghubung antara berbagai arus besar Islam Indonesia. Ia memetakan Muhammadiyah dan Persatuan Islam sebagai “gerakan langit”, Masyumi sebagai “bulan bintang”, dan Nahdlatul Ulama sebagai “gerakan bumi”.

Pemuda masjid, menurutnya, ibarat syajaratun thayyibah sebagaimana digambarkan dalam QS Ibrahim ayat 24–25, yang akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit. “Pemuda masjid berada di tengah, menyambungkan yang di bumi dan yang di langit,” tulisnya.

Back to Mosque dan Dampaknya

Gerakan Back to Mosque yang digagas Imaduddin Abdulrahim dinilai Ustaz Jazir berhasil memulihkan peran masjid sebagai pusat umat. Dari gerakan ini bermunculan yayasan Islam dan Islamic Center yang tidak terikat secara formal dengan NU maupun Muhammadiyah.

Namun, ia juga mencatat dampak lanjutan berupa melemahnya struktur ormas Islam di tingkat bawah. Ranting-ranting NU dan Muhammadiyah sempat mengalami stagnasi hingga kembali menguat pascareformasi, seiring munculnya partai-partai berbasis ormas Islam.

Masjid sebagai Pusat Kesejahteraan Rakyat

Bagi Ustaz Jazir, masjid bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga pusat kesejahteraan rakyat. “Islam harus dibuktikan secara nyata mampu membuat masyarakat senang, makmur, dan sejahtera,” ujarnya.

Pengalaman Masjid Jogokariyan menjadi laboratorium pemikirannya. Ia menolak masjid dijadikan arena eksklusif kelompok tertentu karena hal itu justru menimbulkan ketakutan jamaah untuk terlibat dalam aktivitas masjid.

Dakwah Berbasis Komunitas

Ustaz Jazir menekankan pentingnya memahami proses berislam umat yang beragam. Masjid harus menerima semua lapisan, dari mereka yang baru belajar shalat hingga yang memiliki cita-cita besar tentang Islam. Semua harus disatukan dalam satu jamaah.

Ia meneladani metode dakwah Rasulullah SAW yang membangun komunitas, bukan organisasi formal. “Nabi membangun jamaah dan aksi nyata. Dari kampung kecil, lahir masyarakat yang tenang dan sejahtera,” tulisnya.

Menurut Ustaz Jazir, jalan menuju negeri islami bukanlah dengan deklarasi ideologis, melainkan dengan membangun kampung-kampung islami berbasis masjid. Dari sanalah persatuan tumbuh secara alami. “Indonesia akan menjadi negeri islami dengan sendirinya,” tutupnya.

Warisan pemikiran Ustaz Jazir ASP menjadi pengingat bahwa masjid adalah rumah bersama, pemuda adalah penggeraknya, dan persatuan umat adalah kunci masa depan Islam Indonesia.