Hajiumrahnews.com, Jakarta — Komisi VIII DPR RI menyetujui usulan pemerintah untuk membayar sebagian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 di muka sebesar 627,24 juta riyal Saudi atau sekitar Rp2,72 triliun. Keputusan ini diambil dalam rapat kerja bersama Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyatakan langkah tersebut bersifat darurat demi menjamin kepastian layanan jemaah haji Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). “Ini darurat harus dibayar supaya kita punya kepastian area-area yang kita pakai. Kalau sampai (pembayaran) syarikah kami nggak berani,” ujar Marwan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa pembayaran di muka diperlukan karena tenggat pembayaran dana Masyair di Arab Saudi semakin dekat, yakni pada 23 Agustus mendatang. “Menyadari urgensi tersebut, pada kesempatan ini kami mengajukan usulan penggunaan dana awal uang muka BPIH tahun 1447 H/2026 Masehi,” kata Nasaruddin.
Menurut Nasaruddin, dasar perhitungan dana awal mengacu pada rata-rata biaya haji tahun 2025, yaitu 785 riyal per jemaah untuk kebutuhan tenda dan 2.300 riyal per jemaah untuk layanan Masyair, transportasi, katering, akomodasi, serta fasilitas pendukung. Dengan asumsi kuota haji reguler sebanyak 203.320 orang, estimasi kebutuhan total mencapai 627,24 juta riyal Saudi.
Dana tersebut akan difasilitasi melalui BPKH dengan mekanisme uang muka. Nasaruddin menegaskan skema ini tidak melanggar regulasi karena dana yang dicairkan berasal dari BPIH 1447 H/2026 M, bukan anggaran baru. “Dengan cara ini, tidak ada pelanggaran regulasi, tidak ada beban tambahan bagi jamaah, dan tidak ada risiko kerugian keuangan negara,” tegasnya.